äîi  ätî~fQ p #çBa  äi ätîe   Ú   ätRAp  vã  äBZm  êã [fb} v
änîæ<  Ù  äm  ýîË5ã  p ã   äînî~Bm lã   äîîm;5ãÒî%  v äînîæ<  Ú  #çB&îa  ã
Ùäînîfîç] oi  o};eã 2Q  uî&îfj1 äja   ã=Iã  äînî~fQ  gj2î% v p
Ú  äînîe=ZUã p  Ú   änQ [Qã p  Ù uæ äînîe  Ö]äÊ v äi änîfj2% v p änîæ<
 o}=Zbeã  h  q^îeã ûfQ äm=JmäY  äînîîeqi #m ã   Ú   änj1<ãp
ÄÙßÝ áÕ=^çeãÅ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): ‘Ya Tuhan kami, jangan Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, jangan Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, jangan Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al Baqoroh: 286).

Untuk kesekian kalinya saya terdiam mengingat perempuan paroh baya itu. Single parent yang memiliki seorang anak berkebutuhan khusus. Anak laki-laki remaja lumpuh layuh tidak bisa jalan, tak bisa bicara hanya berbaring. Semua kebutuhannya harus dibantu mulai dari makan, mandi bahkan cebok.
Jika dipikir-pikir, untuk mengurus anak berkebutuhan khusus ini saja sudah menguras, waktu energi dan emosi. Namun, ternyata tidak itu saja yang harus ditanggung ibu ini. Beliau masih harus mencari rezki sendiri untuk keluarganya. Beruntung dua anaknya yang lain sudah berkeluarga, namun kehidupan mereka juga tidak lebih baik secara ekonomi.
Sesaat saya membandingkan kondisi saya dengannya. Meski bukan orang kaya, tapi hidupku jauh lebih beruntung secara ekonomi. Tidak juga harus merawat anggota dengan kebutuhan khusus. Hanya satu dua hari ini saja harus merawat ortu yang lagi sakit.
Namun karena kelemahan diri, Saya dengan ringannya mengeluh pada Allah.
“Ya Allah, mengapa harus Saya?”
"Musibah ini terlalu berat,"
Ayat di atas seakan menampar kesadaranku. Di mana letak keimananku jika masih juga mengeluh dengan setiap musibah yang dianugerahkan Allah? Bukankah Allah sudah menetapkan segala sesuatu sesuai kadarnya?
Musibah dan ujian adalah cara Allah untuk mendidik hambanya. Ketika Allah memberikan musibah dalam hidup, berarti Allah ingin kita berpikir dan berikhtiar untuk mengatasinya. Sehingga, kita semakin expert dalam hidup ini.
Jadi teringat pesan bijak dari ortu;
“Allah itu tidak akan pernah meletakkan beban pada bahu yang salah. Ketika Allah meletakkan beban di bahu kita, pasti sudah sesuai dengan kekuatan bahu itu untuk memikulnya.”
Ya Allah,
Sungguh saya malu mengingat semua keluh kesah yang pernah tersirat di hati dan terucap di lisan.

0 Comments